Aku
masih disini...
Menghitung waktu
menatap sepi...
Tak pernah kutahu
kapan ini akan berakhir...
Setitik harap mengukir bahagia
Gugur bunga, menghantar
kikisan rindu hati...
Tak teralih dari bangku ini,
aku masih ditempat yang sama. Berbayang impian yang kuharap akan menjadi nyata.
Kugadahkan kepala ini menatap langit di atas, mencoba wujudkan impian di awang.
Lamunanku terbuyar ketika aku mendapati seseorang membuka pintu kelas, berjalan
lalu menyalakan keran dan membasahi tangannya dengan percikan air yang ragu
keluar.
Pikiranku kembali teralihkan.
Sejenak aku memandang kelas sebelah, berharap seseorang membuka pintu dan
menyapaku dengan hangat, memberikan tatapan teduh yang dulu selalu kudapatkan.
Namun aku merasa khayalanku terlalu tinggi. Dia memang masih orang yang sama,
namun mungkin hatinya kini tlah beda. Hatinya kini dimiliki seseorang yang tak
pernah kuduga, seakan-akan bagai hantu yang menyelinap masuk kedalam hatinya
tanpa sepengetahuanku. Aku memang salah dulu aku lengah, tak peka terhadap
semua yang dia berikan. Hingga kini aku kembali mengenal apa itu penyesalan.
“Kringgg...” tak terasa dua
jam kosong pelajaran sudah aku lewati dengan melamun di depan kelas. Bel pulang
pun sudah dibunyikan, bertanda pelajaran hari ini sudah selesai. Bergegas aku
masuk kedalam kelas, berberes barang dan mengambil tas. Usai semua masuk ke
dalam ransel ini, sengaja aku percepat langkah keluar.
“oke,
siap berpatroli..haha” batinku, mata ini pun lekas
mencarinya. Dan akhirnya aku pun menemukannya sedang berbincang canda dengan
temannya di di sudut pintu kelasnya. Dengan segera aku berlari ke kelas Rei.
“Rei....!!!
coba kau lihat disana,!!” sembari aku menunjuk arah
kelas dekat tangga.
“Memangnya
ada apa?” tanyanya.
“Itu..!” aku berbisik pada Rei.
Dia
pun tersenyum, mengerti apa yang kumaksud. Setelah puas aku memandanginya, aku
dan Rei pun melangkahkan kaki untuk pulang. Arah rumah kami memang sama, karena
kami tinggal serumah. Tapi dalam perjalanan pulang pun aku masih belum rela
mengalihkan fikiranku dari dia. Rasanya masih ingin aku menunggu. Menanti dia
lewat untuk pulang ke rumahnya.
Akhirnya aku dan Rei memutuskan
untuk berhenti sejenak dibawah pohon besar disamping sekolah kami.
“Yes,
siapa tau dia lewat..!” cekikikku dalam hati.
Kusandarkan
tubuh ini pada batang yang besar. Menghirup segala hembusan udara segar yang
ada. Kini aku mulai terkontaminasi kembali bersama semua impian khayalku.
“ Aku memang bukanlah oksigen yang dapat
membuatmu mati tanpaku,
Aku memang bukanlah udara yang setiap saat kau
butuhkan untuk kau hirup,
Aku hanyalah partikel kecil yang berusaha masuk
ke dalam dirimu,
Melawan bepuluh bahkan beratus partikel yang
terdapat dalam setiap jengkahan nafasmu,
Melawan tiupan angin yang akan menerbangkanku
ke sisi lain,
Aku hanya ingin membuatmu sadar,
Akulah yang selama ini menyertai setiap
langkahmu dalam rapalan,
Walau ku diam, percayalah hatiku tak pernah
membungkam,
Aku bertahan,”
Entah mengapa
argumen-argumen gila berkeliaran ria di otakku, hingga membuat Rei terheran
karena aku seyum-senyum sendiri tanpa sebab, namun aku hanya menanggapi setiap
ocehan Rei dengan senyuman hingga meyakinkan dia kalau aku benar-benar gila
dengan obsesi khayalku. Namun andai Rei tahu, bahwa aku sedang menikmati aliran
kesetian dalam hati. Memahami setiap tetes, sebelum aliran itu terhenti pada
sebuah batas penantian.
Aku kembali menatap lurus, hembusan
angin yang begitu sepoi, mengalahkan teriknya matahari siang ini. Menggugurkan
helai bunga yang menua, jatuh tepat di atas telapak tanganku.
“bunga, bantu
aku..
Bantu aku dekat dengannya..
Kuselipkan kikisan rindu padamu..
Tolong sampaikan untuknya..” bisikku dalam hati pada helai bunga yang jatuh tadi dan kubiarkan
bunga itu terbang tersapu angin. Kontaminasi khayalanku terbuyar, ketika aku
melihat dia benar lewat di depanku, rasanya seperti mimpi. Setiap bertemu aku
ingin sekali bertegur sapa dengannya, namun entah mengapa lidah ini selalu kelu
untuk berkata. Terkadang aku ingin memarahi diri ini, karena tak berkutik di
hadapannya.
Mataku masih memandanginya berjalan,
tak tau mengapa tiba-tiba hati ini ikut bahagia melihatnya tersenyum. Aku baru
tesadar ketika aku melihat pundaknya yang tegap terdapat serpihan bunga yang
menempat. Aku pun tersenyum, dan berkata “Tuhan
memang adil..!”.
karya : @intanwe
karya : @intanwe