Rabu, 10 Februari 2016

HUJAN

Semakin lama aku menghitung tetes air..
Semakin banyak rasa sedih yang bergulir..
Semakin aku mengharapkan kau hadir..
Semakin besar pula rinduku yang terukir..

Hujan. Beberapa saat yang lalu hujan itu meneduhkan, membawa segala kenangan indah yang telah terlewatkan. Hangat pelukan, manis ciuman dan semua saat-saat yang menyenangkan ikut luruh bersama hujan. Memberi dekap kenyamanan yang tak ingin dilepaskan, hingga mata pun terpejam, dan senyum mengembang ketika mengingat hujan yang meneduhkan. Setidaknya beberapa saat yang lalu, sebelum hujan itu berubah menyedihkan.
Aku menengok jendela kaca yang dibasahi buliran air hujan itu. Jatuh perlahan, membentuk guratan-guratan yang akhirnya meluncur tak tertahan. Suara hujan pun tak lagi menenangkan, aromanya tak lagi memabukkan. Tak ada lagi keteduhan yang dibawa hujan, aku sendirian.
Ingatanku berlari pada waktu yang telah berlalu, waktu dimana kau ada bersamaku saat hujan jatuh ditempatku. Kau memberi senyum yang membuatku terpaku, tak ada yang bisa kukatakan. Aku tersipu. Sejenak suasana menjadi hening, berlatar kebisuan karena kita tak saling membuka percakapan. Saat-saat yang mencanggungkan. Hanya ada suara hujan yang tetap meramaikan. Namun semenjak saat itu hujan menjadi meneduhkan. Karena kaulah yang memberiku arti keteduhan dari hujan. Menawarkanku kehangatan dan kenyamanan agar melupakan keraguan. Sederet kata indah yang akhirnya kau ucapkan memberiku keyakinan. Aku paham. Kita pun dilahirkan.
Aroma basah tanah ini begitu memabukkan membawa kita jauh dari kesadaran. Kita mulai membangun kenangan lewat kebersamaan. Menghiasinya dengan harapan yang kita gantungkan. Dan mengisi setiap celah dengan tautan bukan lagi kebisuan. Dapatkah waktu berhenti? Disaat kita benar-benar memakai ketulusan hati, bukan hanya nafsu yang dituruti. Namun sayang, denyut waktu takkan terhenti ia memilih mengabadikannya sebagai saat yang meneduhkan dengan hujan yang menjadi saksi.
Kini berkali hujan yang datang, dinginnya tak lagi menusuk karena panas kita yang menyulut. Kita pun terus bertaut dan semakin larut. Tak butuh waktu lama, kebahagiaan itu terajut. Hingga ku membuka mata dan menyusut, mulai menangis dan jatuh berlutut. Hujan yang meneduhkan telah berlalu. Kau tak disini untuk mendekapku. Sirnalah bayang-bayang kenangan itu, menyisakan rindu yang semakin menggebu. Aku tak baik-baik saja, kutersedu. Namun aku tetap berusaha tegar menunggumu agar hujan kembali meneduhkanku. Meski kini aku harus menghadapi hujan yang membuatku meringkuk rindu padamu.

catatan saat kau tak datang
07/02/2016
w/intanwe

Jumat, 25 Desember 2015

Rindu

Senja disore memerah, tak lagi jingga tak lagi cerah. Merahnya sore pun terasa lebih lama dan tak bergairah. Aku memandang langit disenja itu, hatiku teredupkan ketidakhadirannya sosokmu. Aku hanya berbagi cerita dengan senja karena aku merasa kita bernasib sama, matakupun mulai memerah pedih. Namun kemudian aku tersenyum, aku ingat aku tak akan menangis hanya karena aku rindu. Aku meyakinkan "ah, mataku berair hanya karena angin yang bertiup terlalu kencang". Aku baik-baik saja.
Hanya saja perasaanku yang tak mau bekerjasama, ia mengiang kemana-mana. Terlebih lagi semua itu tentang dia. Sedang apakah dia?Siapa yang bersamanya?Rindu jugakah dia?Apa dia merasa yang sama?Apa semua ini hanya perasaanku saja?Pernahkah dia memikirkanku juga?Entahlah tak semua perasaan bisa dijelaskan dengan kata-kata. Namun aku takkan menuntut, semua angan itu hanya akan kujadikan selimut karena dingin di senja merah itu semakin menusuk. Aku hanya berharap semoga kelak kita bisa menikmati senja bersama, dibawah langit dan tempat yang sama akan lebih baik jika kita berdua membawa cinta. ahh sudahlah semuapun pasti punya takdirnya, dan aku tetap percaya pada jalan-Nya.
Meski aku menyadari saat kita berkata baik-baik saja bukan berarti itu sama sekali tak terjadi apa-apa pada perasaan kita. Begitupun saat kita berkata cukup kuat dan terbiasa menghadapinya, saat kita berkata kuat bukan berarti kita tak merasakan apapun termasuk sedikit rasa kekhawatiran. Kita hanya yakin dengan berbuat begitu kita akan merasa lebih baik dan berhasil menjadi seseorang yang optimis. Tanpa menyadari dengan melakukan itupun kita telah mengenal banyak kepalsuan.

Kamis, 26 Februari 2015

Tak cukup berani

mengagumi dalam diam, dan selalu mendoakan namun tak pernah berani menoleh saat berpapasan.
dia yang melakukannya mungkin cukup kuat. cukup kuat untuk menahan segala perasaan, tanpa menyampaikan bahkan menyebut lembut nama pujaannya dalam sapaan.
diapun harus cukup puas hanya dengan tersenyum dari kejauhan, menikmati lekat dari belakang, memanggil lirih dari batas jendela kaca yang memisahkan.
dia juga pasti sangat akrab dengan ikhlas, syukur dan sabar. karena itulah kekuatan yang diberikan Tuhannya, sebagai sambutan dari semua doanya untuk bertahan.
namun tak jarang dia dihampiri kecemburuan, melihat sang pujaan lebih dekat dengan teman atau bahkan jauh dari genggaman.
tapi syukurlah, dia  sudah lebih kuat karena dia yakin memiliki Tuhan yang selalu bersamanya. Maha Mengetahui akan segala inginnya, dan Maha adil untuk mengatur alur hidupnya.
dia amat bisa bahagia, dibalik semua cobaannya dengan semua keceriaan yang dibawanya.yaitu dengan menikmati rezeki dari Tuhannya.
dia sangat percaya seperti bumi yang selalu berputar, roda kehidupanpun demikian. begitu juga dengan sang Maha Adil yang dia miliki.

Rabu, 25 Februari 2015

Lewat jendela kaca



Aku masih di tempat ini. Tempat yang selalu kunaungi untuk memandangmu. Menit seperti terhipnotis oleh detik, jam yang ada pun menjadi cepat berlalu.
Ternyata kamu masih sama, meski usiamu telah bertambah kau tetap terlihat indah. Bersama doa yang selalu kusampaikan pada-Nya namamu tetap ada dalam rapalanku.
Namun disini, lewat jendela kaca ini aku hanya bisa memandangmu, meski hati ingin merengkuhmu
Lewat jendela kaca ini aku hanya bisa memanggilmu dalam hatiku, meski suaraku ingin memanggil lembut namamu
Lewat jendela kaca ini aku hanya bisa mendengar senandungmu, meski aku sangat ingin bersenandung bersamamu
Lewat jendela kaca ini aku hanya bisa melihat tawamu, meski inginku dapat selalu bersamamu
Lewat jendela kaca ini aku hanya bisa menatap langkahmu, meski langkahku begitu ingin mengejarmu
Lewat  jendela kaca ini aku hanya bisa menikmatimu bersuara, meski aku ingin bercakap cerita
Lewat jendela kaca ini aku mengagumimu dalam diamku,kekaguman yang tak berani kuutarakan padamu. Dalam jarak ini aku menjagamu dalam doaku. Berharap suatu hari nanti kau akan kembali tersenyum padaku. Meredupkan sedikit cahaya terangmu, yang selama ini mengunciku dalam jarak menujumu.
Entah berapa lama, namun hari ini tiga hari setelah ulang tahunmu aku masih menunggumu ditemani-Nya dalam doaku. Selamat ulang tahun, semoga semua doaku untukmu tersampaikan.
untuknya  yang kemarin lusa berjarak satu motor dari tempatku...

Senin, 23 Februari 2015

Dia yang bercahaya

Aku merasa mencari tanpa tahu apa yang sudah kutemukan
Aku merasa menemukan tanpa tahu apa yang kudapatkan
Aku merasa mendapatkan namun ada sesuatu yang menyakitkan
Saat roda hidup berputar, yang di bawah pun akan naik ke atas dan mereka yang di atas tak selamanya akan melayang
Ada saat kita bisa terbang tinggi, namun ada waktunya pula kita jatuh tersungkur tanpa hati-hati
Aku memiliki doa. Doa yang selalu kuhaturkan pada-Nya, doa yang mungkin hanya aku dan Dia yang tahu karena Dialah sang Maha Mengetahui. 
Tentang satu, dua, tiga permasalahan atau mimpi yang mengguncang.
Mimpi di siang hari yang begitu cepat berjalan. Mimpi yang selalu kuharap jadi kenyataan namun sepertinya itu hanya sebatas angan.
Mimpi padanya seseorang yang memiliki cahaya luar biasa. Menyilaukan yang membuatku hanya bisa menikmatinya dari kejauhan. Tanpa bisa menyentuh ataupun merengkuh. Tatapan teduhnya mungkin itu cukup untuk saat ini.






Selasa, 21 Oktober 2014

Semalam *mimpi

Aku kembali teringat mimpiku semalam.aku memimpikan kita! Iya kita, aku dan kamu jadi peran utamanya. Aku masih tak menyangka mimpi semalam. semuanya penuh dengan kehangatan. taukah? aku bisa tertawa, tersenyum, dan merasa sedih dengan sendirinya ketika mengingat semua itu. Sungguh.
jika aku teringan kembali akan mimpiku semalam, aku menjadi ingin terus bermimpi. aku lebih menikmati peran yang aku dapatkan dalam drama singkat kita. dibanding apa yang terjadi pada kenyataan kita yang menggantung. Menurutku.
semalam..kita begitu dekat,
semalam..kita selalu bersama,
semalam..kau selalu memberiku kehangatan sikap,
semalam..kau dan aku menjadi kita,
meski sementara, namun sungguh..aku bahagia,
semoga mimpi semalam menjadi nyata..

Selasa, 20 Mei 2014

A Flying Story of Journey of Love




Angin musim bertiup, menghembuskan angin yang mungkin akan menerbangkan perasaan yang telah rapuh ini. Aku lelah memilikinya, aku sadar dan menoleh akan semua keadaan yang telah kulalui. Aku tak sepenuhnya senang, tak seikhlasnya rela,dan tak sejujurnya bahagia melihat seseorang yang ku kasihi, bersama orang lain. Aku memutuskan pergi. Memutuskan mengakhiri semua rasa ini, meski banyak kenangan yang masih kusimpan. Aku yakin waktu akan mebantuku.
Selang waktu berlalu, jam berganti hari, hari berganti minggu,dan minggu telah  berganti bulan, tak terasa telah lama waktu yang kulalui untuk menutup diri. Ruangan itu mulai kosong, berdebu, dan aku takut bila itu akan menjadi usang. Akhirnya aku memberanikan diri untuk membuka pintu itu. Sedikit demi sedikit sorot cahaya, dan udara yang segar seolah meniupkan kembali kehidupan pada ruangan itu.
Tatkala seperti pengembara tersesat,yang menemukan sebuah pondok di tengah hutan. Dia menjadi penghuni ruangan yang telah lama kosong itu. Kini dia menemaniku, menghiasi setiap hari-hari yang kulalui menjadi lebih berwarna. Dengan candaan, pertengkaran sekejap aku merasa lengkap. Hingga dia menyatakan ingin selalu menemaniku dan tetap tinggal diruangan ini. Seketika aku merasakan rasa senang yang begitu hebat, namun entah mengapa disisi lain aku juga merasakan keraguan yang begitu besar, apa karna aku takut dia masih terikat dengn cinta masalalunya?. Aku mengijinkannya tinggal. Kita berjanji untuk bersama, dan tak akan meninggalkan satu sama lain. Mungkin ini adalah keputusan terbesar yang pernah ku buat.
Waktu terus berlalu, hari- hari bejalan seperti biasa. Tak ketinggalan lukisan gelombang dan lika-liku hidup memenuhinya. Kita melewatinya, butuh kekuatan besar untuk menghadapi semua itu. Ketika berada di ujung jalan salah satu harus mau memegang tangan agar tak terpisah. Namun hidup itu tak semudah membalikkan tangan, aku menyadarinya disaat aku memutuskan untuk pergi berlayar. Aku ingin pergi sendiri dan meninggalkannya, diapun melespasku. Kepergianku dihantar oleh sedikit kekecewaan, namun aku berjanji untuk menemukan sesuatu yang indah yang nantinya akan membahagiakan aku dan dia ketika kembali bersama. Perahuku mulai berlayar namun angin berhembus begitu kencang menggemakan namanya dalam pikiranku dan gelombang besar menghantam. Gelombang itu pula yang telah mengombang ambingkanku yang akhirnya mendamparkanku di sebuah pulau, sendirian. Pulau yang sepi tanpa penghuni. Aku coba mengintari pulau itu berharap mendapat suatu penyelesaian. Namun sayang bukan penyelesaian, justru penyesalan yang aku dapatkan.
 Sia-sia, aku tak mendapat apapun dari kepergianku hanya penyesalan yang kubawa pulang. Semua terjadi karena keegoisanku. Kali ini akankah waktu membantuku untuk kembali? Akankah jika aku kembali, dia akan menyambutku dengan hangat lagi? Akankah dia akan berkata ingin menemaniku lagi?Setelah aku pergi meninggalkannya?. Aku tak yakin, akupun tak menaruh harapan karena keputusan yang kuambil memang salah besar. Dan juga telah menyakitinya. Aku menyadari, aku tak memerlukan sesuatu yang berlebihan untuk memiliki hidup yang lebih baik dengannya. Aku rasa cukup dalm kesederhanaan dalm bersama. Karena aku tau arti dari kebersamaan itulah yang selama ini kucari. Dengan saling mempercayai,  dan kata besar yang telah diucap untuk terus bersama, rasa cinta, sayang dan kasih yang dulu kita miliki cukup untuk bertahan dari kata perpisahan.
Tak mempedulikan kemungkinan terburuk yang akan ku terima, aku kembali. Aku siap jika dia mengusirku, atau bahkan tak ingin bertemu denganku lagi. Satu yang di benakku sekarang, yaitu untuk kembali padanya. Kembali terbang bersamanya, jatuh bersamanya, kembali seperti dulu bersamanya. Kini aku berada di ambang pintu, sedikit cemas menunggunya lama membuka pintu. Apa dia tak ingin bertemu denganku lagi?mengapa ia mengabaikanku?aku tau, aku sudah cukup menyadari semua kesalahan. Diasaat aku akan berpaling meninggalkan pintu itu, dia datang, dia membuka pintu dan berdiri disana. Aku tak menyangka, namun aku sangat bahagia melihatnya.
Dia membuka pintu, itu berarti dia memaafkanku bukan?bukankah itu cukup anugrah?mengapa aku tak puas?. “Apa kita tak bisa kembali seperti dulu?”itu yang mengambang di pikiranku sekarang. Namun apa yang mengambang dipikiranku saat ini seolah telah terbaca olehnya. Dia meminta maaf dan meminta waktu untukku menunggu. Diapun berlalu meninggalkanku dengan pintu terbuka. Aku paham maksudnya, tak mungkin sesuatu yang telah kuubah menjadi menyakitkan dapat berubah lagi dengan cepat menjadi kebahagiaan yang kuharapkan. Aku pun tersenyum di ambang pintu ini. Mungkin lebih patut disebut senyum kepedihan, buliran intan pun menetes dari pelupukku. Segera mungkin aku menghapusnya, aku tak ingin jika menunggu di ambang pintu ini dengan air mata yang menyelimutiku. Namun sekejap saja aku baru menghapusnya buliran lain kembali terjatuh.
Perasaan takut kini mengerubungiku. Banyak argumentasi yang kini berpetualang di benakku. “Apa di dalam sana telah ada cinta masalalunya?apakah dia telah kembali terjatuh dalam cinta masalalunya?!” Tapi, dia telah berjanji kembali dan memperbolehkanku masuk ke dalam setelah aku menunggu untuknya. Tapi, tetap saja aku tak tenang, aku kedinginan, aku ketakutan dan aku kesepian menunggu dia kembali dengan senyum hangat sembari meraih tanganku dan mengajakku masuk ke dalam.
“Aku tetap akan menunggunya, walaupun hanya dengan sepercik siraman hangat darinya. Aku kan berusaha bertahan. Dan berperang dengan bayang cinta masalalunya yang selalu menggoyahkan dan menghantuiku untuk berhenti menunggunya.”

With love/@intanwe
J