Semakin
lama aku menghitung tetes air..
Semakin banyak rasa sedih yang bergulir..
Semakin aku mengharapkan kau hadir..
Semakin besar pula rinduku yang terukir..
Semakin banyak rasa sedih yang bergulir..
Semakin aku mengharapkan kau hadir..
Semakin besar pula rinduku yang terukir..
Hujan.
Beberapa saat yang lalu hujan itu meneduhkan, membawa segala kenangan indah
yang telah terlewatkan. Hangat pelukan, manis ciuman dan semua saat-saat yang
menyenangkan ikut luruh bersama hujan. Memberi dekap kenyamanan yang tak ingin
dilepaskan, hingga mata pun terpejam, dan senyum mengembang ketika mengingat
hujan yang meneduhkan. Setidaknya beberapa saat yang lalu, sebelum hujan itu
berubah menyedihkan.
Aku menengok
jendela kaca yang dibasahi buliran air hujan itu. Jatuh perlahan, membentuk
guratan-guratan yang akhirnya meluncur tak tertahan. Suara hujan pun tak lagi
menenangkan, aromanya tak lagi memabukkan. Tak ada lagi keteduhan yang dibawa
hujan, aku sendirian.
Ingatanku
berlari pada waktu yang telah berlalu, waktu dimana kau ada bersamaku saat
hujan jatuh ditempatku. Kau memberi senyum yang membuatku terpaku, tak ada yang
bisa kukatakan. Aku tersipu. Sejenak suasana menjadi hening, berlatar kebisuan
karena kita tak saling membuka percakapan. Saat-saat yang mencanggungkan. Hanya
ada suara hujan yang tetap meramaikan. Namun semenjak saat itu hujan menjadi
meneduhkan. Karena kaulah yang memberiku arti keteduhan dari hujan. Menawarkanku
kehangatan dan kenyamanan agar melupakan keraguan. Sederet kata indah yang akhirnya
kau ucapkan memberiku keyakinan. Aku paham. Kita pun dilahirkan.
Aroma basah
tanah ini begitu memabukkan membawa kita jauh dari kesadaran. Kita mulai membangun
kenangan lewat kebersamaan. Menghiasinya dengan harapan yang kita gantungkan. Dan
mengisi setiap celah dengan tautan bukan lagi kebisuan. Dapatkah waktu
berhenti? Disaat kita benar-benar memakai ketulusan hati, bukan hanya nafsu
yang dituruti. Namun sayang, denyut waktu takkan terhenti ia memilih
mengabadikannya sebagai saat yang meneduhkan dengan hujan yang menjadi saksi.
Kini berkali
hujan yang datang, dinginnya tak lagi menusuk karena panas kita yang menyulut.
Kita pun terus bertaut dan semakin larut. Tak butuh waktu lama, kebahagiaan itu
terajut. Hingga ku membuka mata dan menyusut, mulai menangis dan jatuh
berlutut. Hujan yang meneduhkan telah berlalu. Kau tak disini untuk mendekapku.
Sirnalah bayang-bayang kenangan itu, menyisakan rindu yang semakin menggebu.
Aku tak baik-baik saja, kutersedu. Namun aku tetap berusaha tegar menunggumu
agar hujan kembali meneduhkanku. Meski kini aku harus menghadapi hujan yang
membuatku meringkuk rindu padamu.
catatan saat kau tak datang
07/02/2016
w/intanwe